1. Gerakan Tiga A
Gerakan Tiga A yang memiliki tiga arti, yaitu
Jepang Pelindung Asia, Jepang Pemimpin Asia, dan Jepang Cahaya Asia.
Pada awal gerakan ini dikenalkan kepada masyarakat Indonesia, terlihat
bahwa pemerintah Jepang berjanji bahwa saudara tua nya ini dapat
mencium aroma kemerdekaan.
Pada awal gerakannya, pemerintah militer
Jepang bersikap baik terhadap bangsa Indonesia, tetapi akhirnya sikap
baik itu berubah. Apa yang ditetapkan pemerintah Jepang sebenarnya bukan
untuk mencapai kemakmuran dan kemerdekaan Indonesia, melainkan demi
kepentingan pemerintahan Jepang yang pada saat itu sedang menghadapi
perang. Tetapi setelah pemerintah Jepang mengetahui betapa besarnya
pengharapan akan sebuah kemerdekaan, maka mulai dibuat
propaganda-propaganda yang terlihat seolah-olah Jepang memihak
kepentingan bangsa Indonesia.
Dalam menjalankan aksinya, Jepang
berusaha untuk bekerja sama dengan para pemimpin bangsa (bersikap
kooperatif). Cara ini digunakan agar para pemimpin nasionalis dapat
merekrut massa dengan mudah dan pemerintah Jepang dapat mengawasi
kinerja para pemimpin bangsa.
Tetapi gerakan ini tidak bertahan lama.
Hal ini dikarenakan kurang mendapat simpati di kalangan masyarakat
Indonesia. Sebagai penggantinya, pemerintah Jepang menawarkan kerja sama
kepada tokoh-tokoh nasional Indonesia.
Dengan kerja sama ini,
pemimpin-pemimpin Indonesia yang ditahan dapat dibebaskan, di antaranya
Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, Sutan Syahrir, dan lain-lain.
2. Pusat Tenaga Rakyat (PUTERA)
Tawaran
kerja sama yang ditawarkan pemerintahan Jepang pada masa itu, disambut
hangat oleh para pemimpin bangsa. Sebab menurut perkiraan mereka, suatu
kerja sama di dalam situasi perang adalah cara terbaik. Pada masa ini,
muncul empat tokoh nasionalis yang dikenal dengan sebutan Empat
Serangkai, mereka adalah Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hattta, K.H. Mas
Mansyur, dan Ki Hajar Dewantara. Empat tokoh nasionalis ini lalu
membentuk sebuah gerakan baru yang dinamakan Pusat Tenaga Rakyat
(Putera). Putera resmi didirikan pada tanggal 16 April 1943. Gerakan
yang didirikan atas dasar prakarsa pemerintah Jepang ini bertujuan untuk
membujuk kaum nasionalis sekuler dan kaum intelektual agar dapat
mengerahkan tenaga dan pikirannya untuk usaha perang negara Jepang.
Gerakan
ini ini tidak dibiayai pemerintahan Jepang. Walaupun demikian, pemimpin
bangsa ini mendapat kemudahan untuk menggunakan fasilitas Jepang yang
ada di Indonesia, seperti radio dan koran. Dengan cara ini, para
pemimpin angsa dapat berkomunikasi secara leluasa kepada rakyat. Sebab,
pada masa ini radio umum sudah banyak yang masuk ke desa-desa. Pada
akhirnya, gerakan ini ternyata berhasil mempersiapkan mental masyarakat
Indonesia untuk menyambut kemerdekaan pada masa yang akan datang.
3. Jawa Hokokai (Himpunan Kebaktian Jawa)
Selang
beberapa waktu, ternyata pemerintah Jepang mulai menyadari bahwa,
gerakan Putera lebih banyak menguntungkan rakyat Indonesia dan kurang
menguntungkan pihaknya. Untuk itu, Jepang membentuk organisasi baru yang
dinamakan Jawa Hokokai (Himpunan Kebaktian Jawa). Tujuan pendirian
organisasi ini adalah untuk penghimpunan tenaga rakyat, baik secara
lahir ataupun batin sesuai dengan hokosisyin (semangat kebaktian).
Adapun yang termasuk semangat kebaktian itu di antaranya: mengorbankan
diri, mempertebal persaudaraan, dan melaksanakan sesuatu dengan bukti.
Organisasi
ini dinyatakan sebagai organisasi resmi pemerintah. Berarti, organisasi
ini diintegrasikan ke dalam tubuh pemerintah. Organisasi ini mempunyai
berbagai macam hokokai profesi, di antaranya Izi hokokai (Himpunan
Kebaktian Dokter), Kyoiku Hokokai (Himpunan Kebaktian Para Pendidik),
Fujinkai (Organisasi Wanita), Keimin Bunka Syidosyo (Pusat Budaya) dan
Hokokai Perusahaan.
Struktur kepemimpinan di dalam Jawa Hokokai ini
langsung dipegang oleh Gunseikan, sedangkan di daerah dipimpin oleh
Syucohan (Gubernur atau Residen). Pada masa ini, golongan nasionalis
disisihkan, mereka diberi jabatan baru dalam pemerintahan, akan tetapi,
segala kegiatannya memperoleh pengawasan yang ketat dan segala bentuk
komunikasi dengan rakyat dibatasi.
4. Seinendan
Seinendan
adalah organisasi semi militer yang didirikan pada tanggal 29 April
1943. Orang-orang yang boleh mengikuti organisasi ini adalah pemuda yang
berumur 14-22 tahun. Tujuan didirikannya Seinendan adalah untuk
mendidik dan melatih para pemuda agar dapat menjaga dan mempertahankan
tanah airnya dengan menggunakan tangan dan kekuatannya sendiri. Tetapi,
maksud terselubung diadakannya pendidikan dan pelatihannya ini adalah
guna mempersiapkan pasukan cadangan untuk kepentingan Jepang di Perang
Asia Timur Raya.
5. Keibodan
Organisasi ini didirikan
bersamaan dengan didirikannya Seinendan, yaitu pada tanggal 29 April
1943. Anggotanya adalah para pemuda yang berusia 26 45 tahun. Tujuan
didirikannya organisasi ini adalah untuk membantu polisi dalam menjaga
lalu lintas dan melakukan pengamanan desa.
6. Fujinkai
Fujinkai
dibentuk pada bulan Agustus 1943. Organisasi ini bertugas untuk
mengerahkan tenaga perempuan turut serta dalam memperkuat pertahanan
dengan cara mengumpulkan dana wajib. Dana wajib dapat berupa perhiasan,
bahan makanan, hewan ternak ataupun keperluan-keperluan lainnya yang
digunakan untuk perang.
7. Heiho
Anggota Heiho adalah para
prajurit Indonesia yang ditempatkan pada organisasi militer Jepang.
Mereka yang tergabung di dalamnya adalah para pemuda yang berusia 18-25
tahun.
8. MIAI (Majelis Islam A’la Indonesia)
Golongan
nasionalis Islam adalah golongan yang sangat anti Barat, hal itu sesuai
dengan apa yang diinginkan Jepang. Jepang berpikir bahwa golongan ini
adalah golongan yang mudah dirangkul. Untuk itu, sampai dengan bulan
Oktober 1943, Jepang masih mentoleransi berdirinya MIAI. Pada pertemuan
antara pemuka agama dan para gunseikan yang diwakili oleh Mayor Jenderal
Ohazaki di Jakarta, diadakanlah acara tukar pikiran. Hasil acara ini
dinyatakan bahwa MIAI adalah organisasi resmi umat Islam. Meskipun telah
diterima sebagai organisasi yang resmi, tetapi MIAI harus tetap
mengubah asas dan tujuannya. Begitu pula kegiatannya pun dibatasi.
Setelah pertemuan ini, MIAI hanya diberi tugas untuk menyelenggarakan
peringatan hari-hari besar Islam dan pembentukan Baitul Mal (Badan
Amal). Ketika MIAI menjelma menjadi sebuah organisasi yang besar maka
para tokohnya mulai mendapat pengawasan, begitu pula tokoh MIAI yang ada
di desa-desa.
Lama kelamaan Jepang berpikir bahwa MIAI tidak
menguntungkan Jepang, sehingga pada bulan Oktober 1943 MIAI dibubarkan,
lalu diganti dengan Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) dan
dipimpin oleh K.H Hasyim Asy’ari, K.H Mas Mansyur, K.H Farid Ma’ruf,
K.H. Hasyim, Karto Sudarmo, K.H Nachrowi, dan Zainul Arifin sejak
November 1943.
Jika dilihat lebih saksama, secara politis pendudukan Jepang telah mengubah beberapa hal, di antaranya sebagai berikut.
a.
Berubahnya pola perjuangan para pemimpin Indonesia, yaitu dari
perjuangan radikal menuju perjuangan kooperatif (kerja sama). Hal ini
dimanfaatkan oleh para pemimpin Indonesia untuk membina mental rakyat.
Misalnya melalui keterlibatan rakyat dalam Putera dan Jawa Hokokai.
b.
Berubahnya struktur birokrasi, yaitu dengan membagi wilayah ke dalam
wilayah pemerintah militer pendudukan. Misalnya, diperkenalkannya sistem
tonarigumi (rukun tetangga) di desa-desa. Lalu beberapa gabungan
tonarigumi ini dikelompokkan ke dalam ku (desa atau bagian kota).
Akibat
ini semua, desa menjadi lebih terbuka dan banyak juga dari orang
Indonesia yang menduduki jabatan birokrasi tinggi di pemerintahan, suatu
hal yang tidak terjadi pada masa pemerintahan Belanda.
9. Pembentukan BPUPKI dan PPKI
Kekalahan-kekalahan
yang diterima Jepang, membuat kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan
Jepang turut melemah. Mulai awal tahun 1943, di bawah perintah Perdana
Menteri Tojo, pemerintahan Jepang diperintahkan untuk memulai
penyelidikan akan kemungkinan memberi kemerdekaan terhadap daerah-daerah
pendudukannya. Untuk itu, kerja sama dengan bangsa Indonesia mulai
diintensifkan dan mengikutsertakan wakil Indonesia, seperti Soekarno
dalam parlemen Jepang.
Pada tahun 1944, kedudukan Jepang semakin
terjepit. Oleh karena itu, untuk mempertahankan pengaruh Jepang di
negara-negara yang didudukinya, Perdana Menteri Koiso mengeluarkan Janji
Kemerdekaan pada tanggal 7 September 1944 dalam sidang parlemen Jepang
di Tokyo. Sebagai realisasi dari janji tersebut, pada tanggal 1 Maret
1945, Letnan Jenderal Kumakici Harada (pemimpin militer di Jawa)
mengumumkan pembentukan Dokuritsu Junbi Cosakai atau Badan Penyelidik
Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). BPUPKI bertugas
untuk mempelajari dan menyelidiki hal-hal yang penting dan perlu bagi
pembentukan negara Indonesia, misalnya saja hal-hal yang menyangkut segi
ekonomi dan politik.
BPUPKI ternyata tidak bertahan lama. Dalam
perkembangan berikutnya, BPUPKI dibubarkan, lalu diganti dengan
Dokuritsu Junbi Inkai atau Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(PPKI). Badan ini diresmikan sesuai dengan keputusan Jenderal Terauchi,
yaitu seorang panglima tentara umum selatan, yang membawahi semua
tentara Jepang di Asia Tenggara pada tanggal 7 Agustus 1945.
Setelah
itu, diadakanlah pertemuan antara Soekarno, M. Hatta, dan Rajiman
Wedyodiningrat dengan Jenderal Terauchi di Dalat. Di dalam pertemuan
itu, Jenderal Terauchi menyampaikan bahwa Pemerintah Jepang telah
memutuskan akan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia yang wilayahnya
meliputi seluruh bekas wilayah Hindia-Belanda.
http://www.syiham.co.cc/